BIARKAN MENGALIR SEPERTI AIR………
Seorang pria mendatangi seorang Guru. Katanya, “Guru, saya sudah
bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya
kacau.
Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati.” Sang Guru tersenyum, “Oh, kamu sakit.” “Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.” Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, “Kamu sakit.
Dan penyakitmu itu bernama, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.” Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan.
Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati.” Sang Guru tersenyum, “Oh, kamu sakit.” “Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.” Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, “Kamu sakit.
Dan penyakitmu itu bernama, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.” Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan.
Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi
kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita
tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang
penyakit.
Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin pertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.
Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin pertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.
“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad
ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.” kata sang Guru. “Tidak
Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin
hidup.” Pria itu menolak tawaran sang Guru. “Jadi kamu tidak ingin
sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?” “Ya, memang saya sudah bosan
hidup.” “Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol
obat ini.
Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh
sisasnya kau minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kau
akan mati dengan tenang.” Kini, giliran pria itu menjadi bingung.
Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan
semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. Alih-alih memberi
semangat hidup, malah menawarkan racun.
Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya
dengan senang hati. Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan
setengah botol racun yang disebut “obat” oleh sang Guru tadi. Lalu, ia
merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu
rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia
akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan
untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang
tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir.
Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis.
Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. Sebelum
tidur, ia mencium bibir istrinya dan berbisik, “Sayang, aku
mencintaimu.” Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, ia
ingin meninggalkan kenangan manis! Esoknya, sehabis bangun tidur, ia
membuka jendela kamar dan melihat ke luar.
Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk
melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia
menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur
dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk
istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan
kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, “Sayang, apa yang
terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang.”
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang.
Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?” Dan sikap mereka
pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah
siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala
sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran,
bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba
hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.
Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya
di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman
kepadanya, “Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku
selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah,
maafkan kami semua.
Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami.
Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami.
” Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup
menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi
bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya? Ia
mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru
langsung mengetahui apa yang telah terjadi, “Buang saja botol itu.
Isinya air biasa. Kau sudah sembuh.
Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran
bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap
detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah
lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau
tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup.
Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan
menuju ketenangan.” Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang
Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam
sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup
dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang,
selalu HIDUP! Have a positive day!
0 komentar:
Posting Komentar